Membina Hubungan dengan Media

Menulis di Media Cetak Indonesia (4)
www.fatihsyuhud.com

Membina Hubungan dengan Media

Salah satu kesalahan terbesar yang pernah saya lakukan sebagai mahasiswa India terjadi pada saat kedatangan presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (GD) ke India pada 2001. Waktu itu, dia diikuti oleh sejumlah besar rombongan pebisnis dan –ini yang tak saya ketahui sebelumnya– sejumlah pemimpin redaksi media cetak Indonesia.

Waktu itu saya dan Julkifli Marbun, yang sekarang jadi wartawan GATRA, menjadi guide rombongan GD. Kami baru tahu kalau para pemred ikut sewaktu GD mengadakan audisi dengan masyarakat Indonesia di KBRI New Delhi. Waktu itu seluruh pemred diminta oleh GD untuk memperkenalkan diri. Di situ baru saya terperanjat. Mengapa saya dan teman-teman PPI tidak tahu keberadaan mereka? Dan mengapa pihak KBRI tidak memberitahu? Tentu saja kesalahan terbesar ada pada PPI yang tidak menanyakan hal itu, walaupun seandainya pihak KBRI menginformasikan keikutsertaan para pemred itu tanpa ditanya akan lebih diapresiasi.

Setelah acara pertemuan dengan GD selesai dan rombongan pulang ke Tanah Air, kami baru merasakan hilangnya peluang emas sangat besar yang dapat mempengaruhi sepak terjang sejarah peran mahasiswa India di bidang penulisan/pemikiran di masa depan. Ini pelajaran berharga yang semoga tidak terulang di masa depan. Dan dari sini juga dapat dilihat betapa perlunya koordinasi antara PPI dan KBRI, khususnya dalam menginformasikan kedatangan tamu dari Tanah Air. Banyak cara penyampaian informasi kepada kami; termasuk antara lain melalui milis ini. Terutama menyangkut bakal kedatangan rekan-rekan jurnalis dari Tanah Air yang hal itu akan dapat kami manfaatkan semaksimal mungkin.
***

Membina hubungan personal dengan kalangan media Tanah Air, dengan para wartawan khususnya pemred-nya, sangatlah perlu. Dan itu menjadi salah satu trik yang tak kalah pentingnya agar tulisan kita dapat dimuat. Seperti yang saya singgung dalam tulisan sebelumnya, persaingan atau lebih tepatnya kompetisi dalam menulis sangatlah ketat. Rata-rata antara 20 sampai 50 tulisan masuk ke meja redaksi media setiap harinya. Sedang yang dapat dimuat cuma antara dua sampai empat tulisan.

Apabila terdapat 20 tulisan saja yang masuk untuk dimuat besok harinya dan semuanya memenuhi syarat untuk dimuat dari segi relevansi tulisan dan kebaruan idenya, maka biasanya redaksi akan memprioritaskan tulisan yang, pertama, penulisnya sudah terkenal. Kedua, penulisnya sudah kenal pribadi (walaupun belum terkenal). Ketiga, penulisnya belum dikenal tapi tulisannya cukup bagus. Jadi, kita-kita sebagai penulis yang belum terkenal dan belum kenal pribadi dengan tim redaksi hanya mendapat prioritas ketiga. Kesempatan dimuat adalah apabila kelompok pertama atau kedua sedang tidak mengirim tulisan atau tulisannya kurang bagus. Di sinilah relevansinya mengapa membina hubungan personal dengan tim redaksi sebuah media itu perlu dan sangat penting. Dan itulah sebabnya, mengapa saya merasa melakukan kesalahan sangat besar karena melewatkan kesempatan emas kala para pemred itu datang ke New Delhi waktu itu.

Namun demikian, kita hendaknya tidak kecil hati. Stay cool and relax. Tetaplah menulis dan mengirim ke media. Penulis baru yang “bandel” akan mendapat perhatian tersendiri dari redaksi. Dan itu sudah terbukti dari pengalaman rekan-rekan yang tidak kenal sama sekali dengan redaksi tapi tulisan-tulisannya sudah dimuat di media seperti Qisai, Zamhasari Rizqon dan Tasar, dan lain-lain. Ini terjadi karena penulis terkenal di kita kurang produktif dan di situ peluang penulis-penulis baru seperti kita untuk bisa masuk. Sekali tulisan kita dimuat, tulisan-tulisan berikutnya akan mudah diterima walaupun tidak otomatis dimuat.

Membina Relasi via Milis dan Chat Room

Internet telah merubah tatanan konvensional di berbagai lini kehidupan. Kalau dulu, untuk dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan individu di KBRI perlu datang ke rumahnya atau kantor, sekarang via milis inipun kita dapat “ngobrol” dengan mereka; begitu pun mereka dengan kita. Dulu, kita tidak pernah kenal dengan mahasiswa Pune, Bangalore, Hyderabad, dan lain-lain dan masyarakat KJRI Mumbai. Sekarang, kita dengan mudah saling kenal via milis walaupun secara fisik belum bertemu.

Dengan demikian, milis dapat dijadikan sebagai ajang mendekatkan diri dengan kalangan wartawan. Dari milis nasional ppi, saya banyak mengenal mereka yang aktif berdiskusi seperti Satrio Arismunandar dari TRANS TV, Heri Hendrayana alias Gola Gong dari RCTI, Sirikit Syah dari Media Centre, Ramadan Pohan dari Jawa Pos, Elok dan Edna dari Kompas, dan lain-lain. Untuk lebih banyak lagi mengenal kalangan jurnalis ini silahkan bergabung dengan milis mereka seperti jurnalisme@yahoogroups.com, wartawanindonesia@yahoogroups.com, pantau-komunitas@yahoogroups.com, dan lain-lain.

Apabila kita sudah sering berdebat dengan mereka di milis, biasanya hubungan itu bisa terus dilanjutkan via email pribadi dan bahkan dapat diteruskan via chatting atau YM (yahoo messenger). Kalau sudah demikian personal, tidak terlalu sulit tulisan kita dapat menembus media mereka. Irwansyah Yahya, umpamanya, yang sudah kenal dekat via online dengan Rizal (wartawan harian Serambi), atau Rizqon dengan harian Duta Masyarakat, adalah beberapa contoh kecil yang berhasil menjalin hubungan personal dengan media. Selain itu, kelebihan kenal personal seperti ini adalah apabila mereka memerlukan tulisan tentang India, maka mereka akan langsung menghubungi kita untuk membuatnya. Seperti Rizqon Khamami yang sudah sering diminta menulis untuk jurnal Taswirul Afkar, harian Duta Masyarakat, pesantrenvirtual.com, dan lain-lain.

Alumni India dan Media

Alumni India yang secara formal terbentuk berada di Medan. Wadah alumni ini bisa dimanfaatkan secara maksimum untuk mendekatkan diri dengan media. Di samping itu, tanpa dekat dengan media kegiatan alumni India tidak akan diketahui orang. Dan itu, dalam sistem manajemen modern, sangat disayangkan. Jutaan bahkan milyaran dolar dibelanjakan oleh perusahaan terkenal untuk iklan saja, untuk mengangkat citra dan imej barang yang ditawarkan; yang menunjukkan betapa perlunya promosi dan public relation dilakukan. Dengan mendirikan mailing list/milis nasional ppi yang diikuti oleh berbagai tokoh nasional kita, maka DP PPI telah menunjukkan preseden/contoh yang baik bagaimana cara public relation yang efektif dan murah.

Individu yang bersikap low profile itu baik. Akan tetapi, institusi haruslah high-profile dan penuh hiruk pikuk. Tidak ada cara lain untuk high-profile kecuali dua cara: (a) mengadakan kegiatan menarik, dan (b) mengundang semua media di Medan untuk mengeksposenya. Tanpa ini, suara dan kegiatan alumni India tidak akan terdengar. Dan kalau tidak terdengar, imej mahasiswa India dan pendidikan India tidak akan terangkat. Saya kira Sdri. Rahmanita Ginting, sebagai mahasiswi Mass Communition dapat menyumbangkan kapabilitasnya untuk menyemarakkan kegiatan alumni India di Medan kalau sudah pulang kelak.

Di samping itu, dengan dekat pada kalangan media di Medan, selain untuk mempromosikan institusi dan kegiatan alumni India, juga dapat dimanfaatkan untuk mengenal dan dekat dengan kalangan wartawan yang pada gilirannya dapat mempermudah proses dimuatnya tulisan-tulisan kita; atau malah kita akan diminta menulis untuk mereka, bilamana perlu. Promosi dan public relations secara efektif sangatlah perlu. Pendekatan pribadi, secara personal juga perlu dilakukan. Namun, betapa letihnya mulut kita kalau harus berceloteh ke seluruh penduduk Medan satu demi satu hanya untuk menunjukkan bahwa kita itu eksis. Apa yang dilakukan rekan-rekan dengan menerbitkan dan menulis di jurnal JULISA sangat saya apresiasi. Saya bukan tidak tahu atau tidak apresiatif langkah baik dan positif yang Anda lakukan.

Namun, saya sangat menyayangkan apabila alumni hanya berhenti sampai di situ, karena saya melihat kapabilitas dan potensi alumni India di Medan jauh melebihi itu. Dengan kata lain, apa yang dilakukan selama ini belum maksimum. Saya melihat koran-koran di Medan seperti Waspada, SIB, dan lain-lain dipenuhi oleh penulis-penulis dari USU atau universitas swasta yang bukan UISU — markas alumni India. Kalau itu terjadi, alumni India dimuat tulisannya apalagi dengan mengatasnamakan alumni India, sayalah orang pertama yang akan mengucapkan selamat dengan penuh rasa tulus, bangga dan bahagia.[] (bersambung)

Sumber: www.fatihsyuhud.com

Tip Menulis di Media Massa Cetak atau Online

Tips Menulis di Blog

8 Comments

  1. Bener pak.Saya mengalami sendiri.Ketika kenal pribadi dg org media tyt memang lbh mudah menembusnya..
    Kata atasan saya,itulah power dr networking..

    Suka

  2. @novy: banyak sekolah dasar dan lanjutan (sd, sltp, slta) di india yg memakai bahasa pengantar bhs inggris–sama dg kita memakai pengantar bhs indonesia. jadi tidak aneh kalo lulusan slta udah pinter (sekali) bahasa inggris, sama dg pinternya kita berbahasa indonesia setelah lulus sma.

    Suka

  3. katanya, pendidikan di India itu bagus ya ? Katanya lagi, di sana, bahasa Inggris jadi second language ya..oleh karena itu, masyarakat lapisan bawah juga mampu berbahasa Inggris. Apa benar itu semua mas Fatih ?

    Suka

Tinggalkan komentar