Hutang RI dan Hidup Sederhana

Fenomena Nurwahid, Hutang RI dan Hidup Sederhana Pejabat
Oleh Mario Gagho

Sejak 13 Oktober sampai sekarang, berbagai media
(cetak dan elektronik) dan diskusi di berbagai milis
nasional diramaikan dengan berbagai berita seputar
penolakan ketua MPR yg baru, Nurwahid Hidayat, dan
wakil-wakilnya atas fasilitas mewah yg biasanya sudah
taken for granted — dianggap suatu hal yg wajar.
Fasilitas itu antara lain berupa mobil dinas Volvo dan
layanan hotel bintang lima. Mereka menginginkan mobil
biasa dan hotel yg juga sekadar dapat memenuhi
kebutuhan. Lebih menggembirakan lagi, Menteri
Pertanian kabinet baru juga menolak mobil mewah yg
seharga 1 milyar itu dan meminta mobil lain yang lebih
sederhana.

Hidup sederhana sebenarnya sudah dikumandangkan sejak
dulu. Tepatnya sejak era Orba. Namun, adanya
inkonsistensi antara ucapan dan perilaku para pejabat
telah membuat ucapan itu terasa bagaikan aroma angin
busuk yg sangat mengganggu rongga penciuman; dan
bising bak suara angin ribut di telinga kita — rakyat
jelata yg menjadi korban langsung dari KKN pejabat dan
yg telah membuat begitu banyak pemuda jenius, idealis
dan potensial tak punya kesempatan untuk memberikan
sumbangsih berharganya pada bangsa ini. Sebagai
gantinya, aparat negeri ini diisi oleh orang-orang yg
bersedia membayar mahal atau yg kebetulan punya
privelege menjadi salah satu keluarga aparat yg
berkuasa; tanpa peduli apakah orang-orang ini kelompok
idiot atau memang pantas menempati posisi yg
disandangnya.

Pertanyaan yg tak kalah penting adalah: Mengapa
pejabat harus hidup sederhana? Seperti kita tahu,
negara kita saat ini sudah di ambang kebangkrutan.
Korupsi sudah mencapai prosentase yg tidak dapat
ditorerir. Menurut ketua BPK, dari sekitar Rp 230
trilyun APBN tahun 1999, lebih dari 71% (Rp 166,5
trilyun) hilang tak jelas kemana arahnya. Padahal
kebanyakan dana itu didapat dari hutang. Dan untuk
mengembalikan hutang, kita telah menjual sebagian BUMN
kita berikut kekayaan alam yg dikelola BUMN tsb.

Sebagai perbandingan, pada tahun 1965, hutang RI
sekitar Rp 4 trilyun. Sekarang hutang kita sudah
mencapai Rp 1.300 trilyun. Dari mana kita akan
membayar hutang tsb? Seperti yg disinggung di muka,
kita membayarnya, antara lain, dengan menghutang lagi
pada IMF atau Bank Dunia dan menjual sejumlah BUMN.
Nah, kalau kebijakan menghutang ini akan terus
berlanjut untuk kesinambungan pembangunan termasuk
membayar gaji para pejabat (termasuk para diplomat
kita), maka praktis negara RI hidup dari hutang. Dg
kata lain, negara kita sudah dalam keadaan bangkrut
total.

Dg demikian, maka kita akan menyadari betapa
pentingnya ajakan sekaligus contoh hidup sederhana yg
ditunjukkan Nurwahid dan Menteri Pertanian tsb.
Segelintir pejabat yg saya sebut ini betul-betul
sadar, bahwa hidup sederhana merupakan langkah awal
paling penting menuju penyehatan ekonomi Indonesia.
Karena, pada dasarnya timbulnya KKN di negara kita
salah satu penyebab utamanya adalah karena kebiasaan
hidup mewah dg realitas gaji yg pas-pasan . Dari mana
perilaku mewah itu akan terpenuhi tanpa melakukan KKN?

Dalam konteks inilah, sikap, perilaku dan ajakan
Nurwahid untuk hidup sederhana itu harus didukung oleh
semua kalangan beyond political affiliation. Anda yg
membaca editorial ini bisa saja seorang pendukung
PDIP, Golkar, Partai Demokrat, PKB, PDS, dll. Tapi,
selagi Anda punya determinasi kuat untuk melihat
Indonesia maju dan membanggakan serta tidak selalu
terhina di mata internasional, maka Anda berkewajiban
untuk mendukung, bersimpati dan mengikuti anjuran tsb.
Tanpa itu, berbagai retorika idealis Anda patut
dipertanyakan.

Bagi kami, rakyat jelata, hidup sederhana tidak usah
dianjurkan. Hidup sederhana, bahkan di bawah
sederhana, sudah menjadi way of life kami. Sebagian
karena memang kami memilih untuk hidup sederhana. Tapi
percayalah, mayoritas dari kami menjalani hidup
sederhana karena memang tiada pilihan lain. Bagi Anda
yg sedang menjabat, dan kebetulan memiliki
keberuntungan yg lebih, kami tidak ingin meminta
apa-apa. Permintaan kami hanya satu: hiduplah
sederhana seperti kami. Hentikan KKN. Hidupkan
transparansi. Biarkan berbagai posisi jabatan yg
tersedia diisi oleh the right man in the right place;
bukan orang-orang yg diuntungkan karena mampu membayar
atau memiliki kedekatan dg kelompok yg sedang
menjabat. Berilah kesempatan pada putra-putri terbaik
bangsa ini untuk berkiprah. Dan berbesarhatilah
kalangan-kalangan idiot untuk memberi jalan pada yg
lebih mampu. Apabila ini terjadi, barulah kami bisa
melihat secercah cahaya masa depan Indonesia dg lebih
baik.Yang berarti juga masa depan cerah bagi rakyat
Indonesia.

Last but not least, miskinnya mayoritas rakyat
Indonesia berkaitan secara langsung atau tidak
langsung dg kayanya pejabat yg didapat dari KKN,
sedikit atau banyak. Artinya, akan sangat ironis kalau
Anda yg merasa berkecukupan kemudian, sengaja atau
tidak sengaja, “melecehkan” kalangan miskin yg tidak
perlente dan tampak kere. Pantaskah seorang “maling”
yg kaya melecehkan “korban”nya yg jatuh miskin?[]

3 Comments

  1. kalau kemiskinan subur katanya lahan “komunis”, jadi siapa sebenarnya yang menciptakan lahan “komunis”.
    kalau begitu para koruptor kita sebut saja sebagai “biang komunis”, dan harus diperlakukan seperti orde baru memperlakukan para pelaku G30S PKI.

    Suka

Tinggalkan Balasan ke arifr Batalkan balasan