Better Give, than Receive

Catch phrase yg jadi judul tulisan ini adalah kata-kata seorang penyiar CNN tadi malam ketika menyiarkan perihal perayaan Natal di berbagai belahan dunia, di mana, seperti halnya Idul Fitri, adalah hari yg dirayakan dg, antara lain, memberi berbagai hadiah. Pada lebaran Idul Fitri, istilahnya dikenal dg zakat fitrah.

Perlunya Kedermawanan
Agama-agama dunia selalu menekankan dan terkadang “memaksakan” pada para pemeluknya supaya banyak memberi dari pada menerima. Banyak faktor yg mendasari perintah dan anjuran agama pada pemeluknya agar bersikap dan berhati dermawan tsb. Saya ingin sedikit membahasnya dari sudut pandang hubungan sosial.

Pertama, dalam konteks hubungan sosial, orang yg paling dermawan biasanya orang yg paling populer di lingkungannya. Tak peduli apakah dia orang “jahat” atau baik. Kisah Robinhood, si maling budiman, misalnya menunjukkan bahwa seorang penjahat pun tetap akan dicintai lingkungan sekitarnya kalau dermawan. Olo, raja judi dan raja preman di Medan, juga dikenal dermawan. Dan karena itu, ia juga populer di kalangan
masyarakat Medan tidak hanya karena kepremanannya, tapi juga kedermawanannya yg suka ringan tangan membantu orang yg membutuhkan.

Dalam kebajikan sosial (social virtue) universal, kedermawanan menempati ranking tertinggi di antara kebajikan-kebajikan lain. Sebutan “Dia orang baik,” dalam perbincangan sehari-hari pasti maksudnya adalah “Dia dermawan.” atau “Dia tidak pelit.”

Betapapun khusyu ibadah ritual kita–rajin salat lima waktu bagi Muslim, atau rajin ke gereja tiap minggu bagi yg Kristen–tetap saja kita tidak akan dianggap sebagai “orang baik” oleh lingkungan sekitar kalau kita pelit. Sebaliknya, kerajinan ritual itu justru jadi bumerang, seperti yg sering kita dengar dalam sebuah obrolan gosip, “Doi rajin ibadahnya, sayang pelit yah.” Atau kata-kata lain yg maksudnya serupa.

Kedua, setiap agama selalu menganjurkan bahkan memaksa pemeluknya untuk derwaman karena, antara lain, manusia punya kecenderungan untuk pelit. Selfishness atau
kecintaan manusia pada diri sendiri itu manusiawi dan pada tahap tertentu menguntungkan dalam arti unsur ini mendorong seseorang ingin terus maju dan eksis serta selalu “menang” dalam kompetisi–salah satu unsur yg membuat peradaban manusia bergerak maju dan berkembang, berbeda dg binatang; tetapi apabila tak terkendali dan mencapai level ekstrim bisa berdampak negatif pada tatanan sosial sekitarnya. Korupsi yg luar biasa di negara kita, antara lain, disebabkan oleh adanya unsur selfishness yg tak terkendali di kalangan (kebanyakan) birokratnya.

Ketiga, kecenderungan untuk pelit atau dermawan pada dasarnya bersifat insting individual. Akan tetapi, apabila terus dikampanyekan dan situasinya dibikin
kondusif–seperti oleh kebijakan negara, maka ia bisa menjadi tren sebuah bangsa atau tren nasional. Contoh, di Barat, khususnya di Amerika ada tren di kalangan
orang kaya untuk berderma atau membuat yayasan sosial untuk membantu orang miskin, membiayai proyek penelitian penyakit/obat-obatan, dll seperti yayasan sosial milik BIll Gates, atau yayasan Alfred Nobel, yayasan beasiswa Ford Foundation, dll. Salah satu unsur kondusifnya adalah karena di Barat, khususnya di Amerika, yayasan sosial seperti ini tidak dikenai pajak.

Kedermawanan, dalam pemahaman saya, tentu saja tidak hanya terbatas pada “kesediaan memberi yg bersifat materi pada orang lain dg tanpa mengharapkan balasan”, tetapi juga kedermawanan dalam sikap, khususnya dari atasan ke bawahan: seorang diplomat yg dg suka rela menghadiri acara yg diadakan lokal staf atau mahasiswa (baca, rakyat), saya anggap sebagai sikap kedermawanan dalam bentuk lain. Kendati demikian, pemberian dalam bentuk materi merupakan kedermawanan “yg paling bisa dimengerti orang banyak.”

Bagaimana dg kalangan miskin yg ingin sekali memberi, tapi tidak memiliki materi yg bisa didermakan? Tetaplah dipelihara keinginan untuk memberi, karena itu akan membuat Anda (yg saat ini miskin) memiliki determinasi kuat untuk kaya agar memiliki sarana untuk memberi. Setidaknya, keinginan kuat untuk memberi akan membuat kita tidak jadi manusia dg mental yg selalu ingin meminta alias mental pengemis. Di samping itu, determinasi jadi pemberi ini akan mengasah jiwa kepedulian kita pada lingkungan sekitar semakin tajam hari demi hari. Seorang dermawan adalah orang yg
peduli pada keadaan sekitarnya.***

Tanggapan di milis internal ppi-india

Rini:

Salam jumpa lg Mario.
Masih ingat sayakn? Syukur deh kalo inget, jd enggak perlu susah2 kenalan lagi.

‘Better Give, than Receive’ sebuah prasa yang singkat tapi tentunya mengandung banyak nilai2 moral didlmnya, dan yang pasti Mario punya alasan tersendiri mengapa memilih topik ini.

Setelah membaca postingan abang ini, saya kembali teringat (dari dulu teringat terus,maaf ya) sebuah puisi indah karya Khalil Gibran “ON GIVING” dalam buku kumpulan puisinya “THE PROPHET”. Didlm puisi ini, Gibran menggambarkan pemberian itu sebagai bentuk manifestasi dr rasa ingin menolong sesama yg sedang menghadapi masalah dalam hidupnya. Melalui puisi ini, Gibran juga mengingatkan manusia untuk tdk lupa memberi dr apa yg ia punya, bukan hanya harta, karena tidak semua orang memerlukan bantuan dalam bentuk materi. Bisa jadi seseorang itu hanya memerlukan buah pikiran kita saja sebagai jalan keluar untuk masalah yg sedang ia hadapi. Betul enggak?

Tapi terkadang ada manusia yang takut kalau ia memberi dr hartanya,maka harta itu akan berkurang dan jatuh miskinlah ia. Mungkin ini adalah satu contoh mengapa ada sebagian orang yg sulit sekali memberi, walaupun ia mampu. Dalam hal ini, Gibran kembali memberi gambaran tentang rasa takut ini melalui sebuah perumpamaan, yaitu sebenar-benarnya harta,adalah harta yg telah kau berikan kepada orang lain. Mengapa Gibran mengatakan demikian? Ia pun melanjutkan (masih dalam puisinya) bahwa pada hakekatnya, apa yg telah kau berikan pada orang lain, katakanlah itu hartamu, maka harta itulah yg sebenarnya tidak pernah habis dan hilang darimu. Karena harta yg telah kau beri itu ibarat sebuah benih yg kelak akan tumbuh dan kembali memberi manfaat bagimu. Lagi pula, kekayaan Allah itu seperti mata air abadi yg tidak akan pernah kering, jd utk apa takut memberi. Bukan begitu Bang Mario?

Bagi si miskin yang belum bisa memberi, jangan bersedih karena tanpa adanya kita2 yang miskin ini, maka sang kaya tidak akan punya tempat untuk memberikan hartanya. Bayangin aja, apa jadinya kalau semua orang didunia ini kaya? Maka kita tidak bisa saling memberi dan menerima bukan? Itulah dualisme kehidupan yang sudah ada sejak dulu, kalau ada yg kaya, pasti ada yg miskin, ada yg memberi pasti ada yg menerima. Akurkan.

Walaupun ‘giving is beter than receiving’, kita jangan pernah merasa malu utk menerima bantuan, apalagi bila kita memang memerlukannya. Mungkin saaat ini kita baru bisa menjadi orang yg menerima, siapa tau nanti kita bisa menjadi orang yang memberi,karena pada dasarnya menjadi penerima itu tidak salah. Tidak perlu gengsi dan malu utk menerima kalau kita memang membutuhkannya. Hanya saja, agar bantuan yang kita terima tidak sia2 maka kita harus menggunakannya dengan arif dan bijaksana,sesuai dengan kebutuhan kita, jangan meminta yg berlebihan, sehingga kita terhindar dari sifat2 yg tak tau terima kasih. Itu sama saja dengan istilah orang dulu ‘belanda minta tanah, udah dikasih tanah malah minta surat tanahnya’ (mau dijual kali). Dan jangan pernah mengungkit-ungkit pemberian itu,sehingga bisa mengurangi kadar dari kemurnian niat sang pemberi.

Itu aja deh, karena taunya baru segitu, maafin ya kalau ada salah2 kata. Horas bah!!!!

Sebelum lupa, saya pribadi juga mau ngucapin “Selamat Natal” buat yang merayakannya ‘n “Selamat Tahun Baru” utk kita semua.Mari jadikan tahun ini lebih baik dari tahun lalu. Akurkan?

“Kalau ada sumur disawah, mari kita sama2 nyirami padi.”
(enggak nyambung ya)

Tanggapan balik MG:

saya kurang sepakat dg istilah *kita yg miskin*. bagi saya ini ungkapan self-pity.

semua mahasiswa di india ini kaya, to some level. kalau tidak, (a) bagaimana anda naik pesawat dari rumah sampai ke india? bukankah itu memerlukan duit? (b)bukankah kita terkadang juga memberi pada para pengemis India di jalan-jalan? bukankah itu tanda bahwa kita kaya? dan tidakkah ini tanda bahwa para pengemis jalanan di india itu *kalah kaya* dibanding kita?

pada dasarnya kalau *nurutin nafsu* kita semua yg di india akan selalu merasa miskin, karena selalu membandingkan apa yg kita punya dg orang yg level kayanya di atas kita:

mahasiswa non-iccr merasa miskin dibanding mahasiswa yg dapat iccr; mahasiswa iccr merasa miskin dibanding dg staf lokal kbri; staf lokal kbri merasa miskin dibanding para diplomat/dubes dan para diplomat inipun merasa miskin karena membandingkan penghasilannya dg para pengusaha kayak Liem Sio Liong, Surya Paloh, dll. Pengusaha ini pun merasa miskin krn membandingkan dg Bill Gates!!

Akhirnya, tidak ada yg merasa kaya. Dan semuanya merasa perlu untuk menerima *hadiah*… 🙂

Kenyataannya adalah, KITA SEMUA KAYA. dan karena itu kita masih punya kesempatan untuk memberi pada kalangan yg levelnya di bawah kita.

pada saat yg sama, kita juga tetap berusaha meningkatkan *taraf kekayaan* kita pada level berikutnya, supaya kita dapat memberi pada lebih banyak orang dan kalangan. kata ustadz muda mushalla KBRI NEW DELHI, Tasar Karimuddin, *manusia terbaik adalah yg paling banyak membawa manfaat pada yg lain*.

Dari Fachim Harharah:

How come “receiving is also giving”??? Hehehehe…..

This is the thing that we unable feel it but it is true. Like what
prophet said “the above hand (giving) better than the below hand
(receiving)”.

What I feel is, whenever I give to someone I will surely receive
from another, even more than I gave. It’s unbelievable.

Sometime our thinking will guide us to receive more and more, since
it easy to just receive, nothin lost. And in long term, you wont
aware it, you’ll feel greedy to receive and receive… and It will
decrease your power, your spirit and willingness in life.

But, If we are giving, we’ll feel in esteem and satisfied. As much
as you giving as much as you eager to do, and make you behave and to
be the necessary person at other. So, you will bravely believing
that God will never let you to be poor person as long as you keep
strugling to help other, and He will ALWAYS support you.

People think that giving and receiving in term of material. Frankly
speaking, giving some information, advise, attention and motivation
is better than that. I feel that some motivational speech, is more
usefull than some material that I can get it by myself.

We have to be RICH, to be RICH person we have to give (spending) our
time and anything that we have to learn and make necessary thing by
the best way. It doesnt matter you’re student, diplomat, businessman
etc.

I’m sure, what about about guys?
regards,
fachim

Dari Aila El Edroos

quoting fachim:
‘How come “receiving is also giving”??? Hehehehe…..’
1. when i receive, i give others the opportunity to give
2. when i don’t receive, i stop the circle of giving
3. there are two intentions: giving and taking
4. the acts of giving are giving and receiving
5. the acts of taking are ‘fake giving’ and taking
6. we give and receive because we feel enough
7. we take because we don’t feel enough
8. giving and receiving need each other, but taking comes solo
9. receiving has nothing to do with greed for the intention is positive, that is to give and to feel the love and care from others which one deserves. however taking has to do with greed and selfishness

However, it’s merely my opinion and I undoubtedly bow to the words of the Prophet.

From a Rich Me to My Rich Friends 😀
Aila

Artikel terkait:

Hidup Sederhana Sebagai Pilihan

Hutang RI dan Hidup Sederhana

Trend Baru Artis Indo: Charity dan Baca Buku!

2 Comments

Tinggalkan komentar